Perkembangan dunia akuntansi dan keuangan terus berubah seiring dengan tuntutan zaman. Hal ini tidak terkecuali dalam dunia regulasi akuntansi di Indonesia. Salah satu perubahan yang cukup signifikan adalah perubahan pada Standar Akuntansi Keuangan (SAK) di Indonesia. SAK merupakan pedoman utama bagi akuntan dalam rangka melakukan penyusunan laporan keuangan. Perubahan terjadi pada SAK Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik (SAK-ETAP) menjadi SAK Entitas Privat (SAK-EP). Perubahan ini memiliki beberapa alasan yang mendasar, terutama dalam menghadirkan kebijakan yang lebih relevan dan memperhatikan kebutuhan sektor bisnis di Indonesia. Berikut adalah beberapa alasan perubahan tersebut:
-
Fleksibilitas dalam penerapan
Perubahan ini memberikan fleksibilitas yang lebih besar kepada perusahaan swasta dalam pelaporan keuangan mereka. Dalam konteks ini, perusahaan swasta memiliki kebutuhan yang berbeda dibandingkan dengan perusahaan publik. Mereka cenderung fokus pada pertumbuhan dan perkembangan jangka panjang, dan oleh karena itu, mereka memerlukan kebijakan akuntansi yang memungkinkan untuk mencerminkan kinerja mereka dengan lebih baik.
-
Kebutuhan pelaporan keuangan Entitas Privat
SAK-EP disusun untuk memenuhi kebutuhan pelaporan keuangan entitas privat sebagaimana dideskripsikan dalam Bab 1 Entitas Privat. SAK-EP ditujukan untuk digunakan oleh entitas yang tidak memiliki akuntabilitas publik dan menerbitkan laporan keuangan untuk tujuan umum (general purpose financial statements) bagi pengguna eksternal. Namun demikian, entitas yang memiliki akuntabilitas publik dapat menggunakan SAK-EP jika otoritas berwenang membuat regulasi yang mengizinkan penggunaan SAK-EP.
-
Perkembangan dunia usaha
Perkembangan dunia usaha yang semakin pesat membuat SAK-ETAP tidak lagi sesuai dengan kebutuhan entitas yang tidak memiliki akuntabilitas publik. Banyaknya unit bisnis yang tergolong masih kecil di Indonesia menyebabkan munculnya kebutuhan terhadap standar akuntansi yang sesuai dengan bisnis tersebut. Oleh karena itu, IAI menerbitkan SAK-ETAP pada 17 Juli 2009 dan telah disahkan oleh DSAK IAI pada tanggal 19 Mei 2009. Namun, SAK-ETAP tidak lagi sesuai dengan perkembangan dunia usaha saat ini sehingga perlu dilakukan perubahan menjadi SAK-EP.
Sebagai seorang konsultan keuangan, Rivaldi, mengatakan bahwa perubahan ini merupakan langkah yang tepat mengingat perkembangan dunia usaha yang semakin pesat. SAK-EP mencerminkan karakteristik dan kebutuhan yang lebih sesuai pada entitas bisnis di Indonesia. Contoh kasus di Indonesia yang relevan dengan perubahan ini adalah sektor bisnis mikro, kecil, dan menengah (UMKM). UMKM adalah tulang punggung perekonomian Indonesia, dan mereka biasanya merupakan perusahaan swasta. Sebelum adanya SAK-EP, UMKM sering merasa terbebani oleh persyaratan pelaporan keuangan yang rumit yang lebih cocok untuk perusahaan publik. Dengan perubahan ini, UMKM diharapkan dapat mengadopsi kebijakan akuntansi yang lebih sederhana dan sesuai dengan karakteristik mereka. Misalnya, mereka lebih mudah mengakui pendapatan atau mengelola persediaan tanpa harus terjebak dalam aturan yang sangat ketat.
Namun, perlu diingat bahwa perubahan ini juga menempatkan tanggung jawab yang lebih besar pada manajemen perusahaan swasta untuk memastikan transparansi dan keakuratan pelaporan mereka. Ini adalah aspek yang harus diperhatikan oleh setiap entitas swasta yang mengadopsi SAK-EP. Hal ini menekankan pentingnya peran konsultan keuangan dan akuntan independen dalam memastikan bahwa praktik akuntansi dijalankan dengan baik. Secara keseluruhan, perubahan dari SAK-ETAP menjadi SAK-EP adalah langkah yang relevan dan sesuai dengan perkembangan bisnis di Indonesia. Hal ini memberikan kebijakan yang lebih sesuai dengan karakteristik perusahaan swasta, terutama dalam hal fleksibilitas dan privasi. Namun, perlu diingat bahwa dengan kebebasan yang lebih besar datang juga tanggung jawab yang lebih besar, dan para pelaku bisnis harus memastikan bahwa mereka tetap menjalankan praktik akuntansi yang etis dan akurat.
Tulis Komentar