Lingkungan bisnis saat ini telah sangat berubah, dan terus berubah dengan cepat. Salah satu kasus yang bisa kita jadikan pelajaran adalah kasus Nokia dan Samsung. Saat ini Nokia tengah bingung. Sebagai penguasa pasar handphone no 1 di dunia selama beberapa tahun terakhir, Nokia saat ini tengah mengalami penurunan sangat tajam. OLeh karenanya Nokia memutuskan untuk masuk pasar-pasar baru yang tengah berkembang, salah satunya adalah Benua Afrika. Menurut laporan dari analis pasar dan tim survei, Afrika diketahui tidak memiliki infrastruktur internet yang memadai, mayoritas memiliki pendapatan per kapita yang rendah dan tingkat pendidikan yang tidak terlalu tinggi. Nokia memiliki sederet produk handphone mulai dari yang paling canggih sampai dengan yang paling sederhana. Untuk memasuki pasar Afria, Nokia dihadapkan pada dua pilihan: Apakah menjual HP dengan koneksi internet / GPRS atau HP biasa?
Sesuai dengan system pengambilan keputusan normal, maka Nokia mendasarkan keputusan pada data dari survey pemasaran yang ada. Karena Afrika infrastruktur internet belum memadai, daya beli rendah dan tingkat pendidikan relatif rendah, maka Nokia seharusnya menjual HP yang murah, mudah penggunaan dan tidak masalah tidak terkoneksi dengan internet. Di sisi lain, Samsung sebaliknya hanya menawarkan satu jenis produk HP di Afrika dan semua bisa terkoneksi dengan internet.
Fakta yang terjadi adalah Samsung saat ini menjadi penguasa No 1 penjualan HP di Afrika. Bagaimana bisa? Nokia saat ini semakin bingung. Pada satu sisi pasar internasional tergerus dengan kehadiran smart phone berbasis Android, di sisi lain di pasar baru mereka juga ternyata kalah bersaing. Nokia saat ini telah mengurangi 1.800 karyawan yang bekerja di Departement Riset dan Pengembangan. Menghentikan proyek pengembangan operation system HP Nokia SYMBIAN dan memutuskan kedepan akan memakai Windows 7. Manajemen Nokia pun masih terus khawatir apakah langkah-langkah tersebut adalah langkah yang tepat, atau justru mempercepat Nokia menuju keterpurukan.
Apa yang bisa kita pelajari dari kasus diatas? Bahwa organisasi saat ini harus mengembangkan kemampuan untuk belajar dan beradaptasi dengan lingkungan baru. Sesuai petuah Peter Drucker bapak manajemen modern bahwa tinggalkan kesuksesan masa lalu, apa yang orang umum anggap benar, tidak selalu benar, sehingga kita wajib selalu menguji asumsi-asumsi yang kita buat sebelum menggambil keputusan. Hal ini diperkuat oleh Peter M Senge, ahli manajemen perubahan dari Sloan School of Management yang menyatakan satu-satunya sumber untuk mendukung daya saing berkelanjutan hanyalah kemampuan organisasi untuk belajar dan beradaptasi dengan lingkungan. Organisasi pembelajar adalah organisasi dimana setiap orang didalamnya masing-masing mengembangkan kapasitas untuk menghasilkan suatu hasil yang benar-benar mereka inginkan, pola pemikiran baru dan pengembangan selalu didorong, serta aspirasi kolektif dibangun dan orang-orang selalu didorong untuk bisa belajar bersama. Peter M Senge telah menuliskan dengan sangat gamblang bagaimana cara perusahaan untuk bisa meraih kemampuan menjadi organisasi pembelajar dalam bukunya The Fifth Discipline.
Apakah organisasi anda punya masalah untuk belajar dan berdaptasi dengan perubahan?