Desa wisata saat ini tengah bergeliat. Obyek-obyek yang dulunya cuma dianggap kuno dan ndeso, saat ini justru tengah diburu. Beberapa obyek wisata desa dan dikelola oleh Bumdes seperti Tebing Breksi, Gunung Api Purba Nglanggeran dan Goa Pindul telah berhasil meraih pendapatan yang tidak sedikit. Pada tahun lalu saja Tebing Breksi mencatatkan rekor dikunjungi lebih dari 1 Juta wisatawan. Apa yang menyebabkan fenomena itu terjadi? dan bagaimana pegiat wisata desa dapat mengoptimalkan peluang ini dengan bantuan digital marketing?
Pemanfaatan digital media untuk marketing tidak sesederhana posting sebanyak mungkin. Sebelum kita posting kita harus jelas dahulu sasaran yang mau dituju, strategi yang akan kita gunakan dan pilihan media dan kata-kata. Untuk itu SYNCORE mengembangkan 5 Tahapan Digital Marketing untuk Wisata Desa.
01. Memetakan Potensi
Sebelumnya kita harus memahami tidak semua desa bisa dan layak dikembangkan menjadi desa wisata. Desa wisata memiliki syarat-syarat tertentu, tidak hanya sekedar memiliki obyek yang indah. Salah satu faktor terpenting adalah dukungan dari segenap elemen masyarakat, karena obyek wisata adalah sebuah kesatuan wilayah. Bagaimana transportasinya sampai kesitu, apakah parkir memadai, apakah penduduknya ramah, apakah pengelola memahami sistem pengelolaan obyek wisata dan apakah keamanan dan kenyaman dapat diperoleh oleh pengunjung.
Untuk itu pengelola perlu melakukan pemetaan potensi terlebih dahulu. SYNCORE dan BUMDES.id mengembangkan alat pemetaan yang disebut Pemetaan 7 Bentang. Pemetaan tersebut membantu kita untuk melakukan analisa yang partisipatif integratif untuk memetakan pemetaan potensi di Bentang Alam (Landscape) dan Bentang Hidup (Lifescape).
02. Mendefinisikan Produk
Potensi saja tidak cukup. Potensi tanpa ada pembeli tidak akan menjadi uang. Pernahkan kita melihat alam yang yang begitu indah, gunung yang menjulang tinggi dengan indah, air terjun yang mengalir dengan sangat cantik, atau lembah ngarai yang hijau permai, tetapi masyarakat sekitarnya tidak dapat banyak manfaat dari keindahan alam tersebut. Mengapa ini terjadi? Karena masyarakat sekitar mampu mengenali potensi, tetapi tidak mampu menemukan peluang.
Peluang terletak pada siapa yang mau membeli atau membayar layanan-layanan kita. Kita harus bermula dan berakhir pada customer. Menentukan target customer dan konsisten menyasarnya adalah hal terpenting dalam proses marketing.
Siapa yang mau membeli produk / layanan kita? Tentu adalah orang yang memiliki kebutuhan, minat dan preferensi. Kalau orang tidak butuh produk kita, tidak berminat dan berselera bagaimana mereka mau membeli produk/layanan kita?
Tingkatan produk ada 4 yaitu komoditi, produk, layanan dan experience.
03. Menyelaraskan Proses
Trend wisata saat ini sudah bergeser dari apa yang dilihat menjadi apa yang bisa dimainkan. Wisata berbasis pengalaman ini penting dipahami oleh pegiat wisata desa. Wisatawan saat ini bukan hanya sekedar pingin menjadi "penonton" tetapi pingin ikut menjadi "pemain". Mereka ingin menjadi "petani" walau hanya dua jam. Mereka ingin jadi orang desa, pingin memasak dengan kayu bakar, pingin merasakan tinggal dan bermalam di rumah tradisional. Semua itu atas nama pengalaman.
Sehingga paket yang dijual wisata desa harus ada elemen "pengalaman berkesan", "pengalaman tak terlupakan" dan "pengalaman yang bisa diceritakan/pamerkan".
04. Memperhatikan kelayakan
Ketika konsep wisata desa itu sudah ditemukan bagaimana proses-proses yang ada bisa memberikan apa yang sudah kita janjikan. Branding efektif untuk menarik ribuan bahkan ratusan ribu orang datang ke desa kita. Tetapi, kalau mereka pulang dengan kecewa, apalah artinya. Mereka harus pulang dan bercerita tentang pengalaman yang mengesankan dan tidak terlupakan.
Untuk itu ada tiga kelayakan yang perlu diperhatikan yaitu kelayakan finansial, kelayakan sosial dan kelayakan lingkungan. Kelayakan finansial artinya hasil pendapatan minimal bisa menutup biaya-biaya operasional. Kelayakan sosial artinya adanya obyek wisata tersebut tidak menimbulkan gesekan-gesekan baru di masyarakat. Kelayakan lingkungan artinya jangan sampai adanya obyek wisata menganggu kelestarian dan keselarasan alam.
05. Usaha kolektif
Sebagai kata akhir, wisata desa adalah usaha kolektif warga, bukan usaha kelompok atau individu tertentu. Perlu edukasi terus menerus kepada warga untuk sadar wisata.
PS. Apabila anda tertarik untuk model kerjasama dengan SYNCORE untuk Pelatihan Digital Marketing untuk Wisata Desa silahkan bisa menghubungi Diana (087 738 900 800)
One comment
Tulis Komentar